(WARTADEWATA.COM) – Dalam pengolahan sampah di kabupaten Badung, pemerintah telah bersinergi dengan Desa Adat di mana Desa adat mempunyai kekuatan untuk mengatur masyarakat adatnya melaui awig-awig dan pararem, sudah dituangkan di beberapa awig-awig dan pararem Desa Adat, dimana masyarakat Desa Adat tersebut dilibatkan dalam rangka ikut berparisipasi mengolah sampah. Demikian yang terungkap dalam Diskusi terbuka dengan tema “Pengembangan Ekonomi Sirkular Untuk Mendorong Ekonomi Berkelanjutan” pada Jumat (16/8/2024) di Krobokan, Badung.
Diskusi ini dihadiri oleh pejabat lingkup Pemkab Badung, para praktisi pariwisata, akademisi dan mahasiswa. Diharapkan dari hasil diskusi ada pembagian peran yang jelas antara Pemerintah Daerah, pelaku industri, masyarakat, akademisi juga termasuk media terkait apa saja yang harus di kerjakan dalam pengelolaan lingkungan.
Terkait dengan pengolahan sampah berbasis Ekonomi sirkular juga sudah dilakukan oleh pemerintah kabupaten Badung, seperti di setiap Desa dan Kelurahan dengan konsep bagaimana mengolah sampah dari sumbernya sudah dibangun 4 pengolahan sampah. Ada Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) ada ada Tempat Pengelolaan Sampah Reuse, Reduce, dan Recycle (TPS 3R), ungkap Asisten Perekonomian dan Pembangunan Kabupaten Badung I Bagus Gede Arjana, saat acara diskusi terbuka tersebut.
“Seperti kita ketahui, untuk sampah organik itu sebagian besar dari limbah setelah adanya upacara adat, ada produk kering ada yang menghasilkan limbah sampah yang basah itu yang menjadi kesulitan dalam rangka mengolah sampah itu menjadi sesuatu barang yang bisa dimanfaatkan kembali oleh masyarakat,” jelas Arjana.
Pejabat Penyuluh Lingkungan Hidup Ahli Madya DLHK Kabupaten Bandung I Nengah Sukarta menambahkan, untuk bisa memenuhi target tercapainya pengembangan ekonomi sirkular memerlukan kerja kolaboratif antara pemerintah, pihak swasta dan masyarakat secara luas.
Ekonomi sirkular merupakan pendekatan sistem ekonomi melingkar dengan memaksimalkan kegunaan dan nilai bahan mentah, komponen, serta produk, sehingga mampu mereduksi jumlah bahan sisa yang tidak digunakan dan dibuang ke tempat pembuangan akhir. Data kabupaten Badung menunjukkan volume sampah yang dihasilkan oleh masyarakat Badung mencapai 538 ton per hari.
“Dari jumlah 538 ton per hari itu, sekitar 200 ton yang masih dibuang ke TPA, kami konsen sesuai Surat Keputusan Bupati Badung Nomor 28 tahun 2021, bahwa pengelolaan sampah adalah tanggung jawab rumah tangga, tanggung jawab desa/kelurahan, tanggung jawab pelaku usaha dan pelaku wisata untuk mengelola sampahnya sendiri,” tegas Sukarta.
Menurutnya, komitmen mengatasi sampah hingga membuat sampah jadi bernilai, perlu didukung oleh masyarakat. Mengingat baru ada sekitar 39 dari 62 desa/kelurahan di Kabupaten Badung yang baru memiliki Tempat Pembuangan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R), ujar Sukarta.
Sementara itu, Armytanti Hanum Kasmito, Regional Public Affairs Manager CCEP Indonesia yang hadir saat diskusi terbuka yang diadakan oleh Forum Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJSP) Badung tersebut mengungkapkan pihaknya dari awal sudah berusaha mengimplementasikan kepada masyarakat pentingnya pengelolaan sampah, dimulai dari pemilahan sampah hingga pemanfaatan sampah agar bisa bernilai ekonomis.
Sampah anorganik bisa dikelola dari desa masing-masing untuk dijadikan produk UMKM, furniture dan lainnya. Sementara, sampah organik salah satunya dapat dijadikan pupuk kompos untuk mengurangi anggaran rumah tangga untuk kebutuhan pupuk.
“Untuk sampah organik sendiri yang merupakan sampah paling banyak dihasilkan oleh masyarakat, dari pada membeli pupuk kimiawi dengan sampah-sampah dapur, mereka bisa membuat kompos untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, itu menjadi pengurangan pengeluaran sehari-hari mereka,” ungkap Armytanti.
Menurut Armytanti, Coca-Cola Indonesia telah menerapkan kebijakan dan program lingkungan yang berkelanjutan dalam mendukung praktik ekonomi sirkular, seperti penyelenggaraan program edukasi, pelatihan bagi masyarakat, dan pelaku usaha untuk meningkatkan pemahaman, keterampilan, serta tanggung jawab dalam menerapkan prinsip ekonomi sirkular dan pelestarian lingkungan di daerah Seminyak dan Kuta, ujarnya.
Di tempat yang sama Pengamat Ekonomi dan Pariwisata Trisno Nugroho yang berkesempatan hadir di acara diskusi tersebut mengatakan kunjungan wisatawan yang terus meningkat di Bali khususnya Kabupaten Badung, pemerintah perlu mengambil kebijakan yang berfokus pada pariwisata regeneratif. Dalam siklus pariwisata regeneratif, limbah sampah menjadi salah satu isu penting.
“Siklus pengolahan limbah sampah dalam konsep pariwisata regeneratif, incenerator (mesin penghancur limbah sampah) adalah pilihan akhir. Yang penting itu bagaimana mengolah dari sumber hingga terbentuk konsep penta helix ,” kata Trisno Nugroho yang mantan Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali.
Salah satu penerapan konsep pariwisata regeneratif itu tampak dalam skema pemberian insentif oleh pemerintah, industri swasta, komunitas, hingga media untuk mendorong perubahan perilaku menuju partisipasi aktif masyarakat terhadap 3R (reduce, reuse, recycle).
Diskusi diakhiri dengan panandatanganan kesepakatan bersama oleh anggota Forum TJSP serta seluruh peserta.(ist)
Tercetus dalam Diskusi Terbuka, Pengolahan Sampah Memerlukan Kerja Kolaboratif
WhatsApp
