Sektor Jasa Keuangan yang Resilien untuk Dukung Ketahanan Ekonomi Nasional

WhatsApp
(Foto/ist) OJK juga terus memperkuat pengawasan transaksi Efek guna memastikan terjaganya integritas pasar modal domestik.

(WARTADEWATA.COM) JAKARTA – Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 29 Oktober 2025 menilai stabilitas Sektor Jasa Keuangan (SJK) tetap terjaga. Indikator kinerja perekonomian global menunjukkan perlambatan aktivitas ekonomi di berbagai kawasan. Meskipun demikian, IMF pada World Economic Outlook  Oktober 2025 merevisi ke atas proyeksi pertumbuhan global seiring dengan tercapainya kesepakatan perdagangan dan kebijakan moneter global yang lebih akomodatif. 

Di Amerika Serikat, kinerja perekonomian masih cenderung melemah dengan pasar tenaga kerja yang mulai tertekan, berlanjutnya government shutdown, serta default beberapa perusahaan yang menjadi perhatian pasar. Di sisi lain, The Fed dinilai akan lebih akomodatif dengan menurunkan suku bunga kebijakan serta pasar masih mengekspektasikan penurunan suku bunga lanjutan di Desember 2025. 

Di Tiongkok, beberapa indikator utama di sisi permintaan tercatat di bawah ekspektasi pasar. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada triwulan III-2025 melambat, dengan konsumsi rumah tangga yang masih tertahan, mengindikasikan masih lemahnya konsumsi domestik. Penjualan ritel dan aktivitas di sektor properti juga mencatatkan perlambatan. 

Di kawasan Eropa, indikator perekonomian baik dari sisi demand maupun supply terpantau stagnan. Risiko kawasan juga mengalami peningkatan seiring dengan gejolak di pasar keuangan Perancis yang dipicu oleh instabilitas politik dan penurunan peringkat utang yang didorong pemburukan kondisi fiskal. 

Di dalam negeri, perekonomian Indonesia terpantau solid dengan ekonomi triwulan III tumbuh 5,04 persen yoy dan indeks PMI manufaktur yang tetap berada di zona ekspansi. Sementara itu, perlu dicermati perkembangan permintaan domestik yang masih memerlukan dukungan lebih lanjut seiring dengan moderasi inflasi inti, tingkat kepercayaan konsumen, serta tingkat penjualan ritel, semen, dan kendaraan.

Perkembangan Pasar Modal, Derivatif Keuangan, dan Bursa Karbon (PMDK) 

Kinerja pasar modal domestik pada Oktober 2025 melanjutkan tren positif, didukung oleh membaiknya sentimen perekonomian dan pasar keuangan global serta tetap terjaganya kinerja perekonomian domestik. Indeks Harga Saham Gabungan pada akhir bulan Oktober ditutup di pada level 8.163,88, terapresiasi 1,28 persen mtm atau 15,31 persen ytd. IHSG maupun nilai kapitalisasi pasar saham pada Oktober 2025 ini sempat mencatatkan posisi All-Time High, di mana IHSG mencapai level 8.274,34 pada 23 Oktober 2025, dan kapitalisasi pasar mencapai Rp15.560 triliun pada 10 Oktober 2025. 

Likuiditas transaksi saham juga terpantau melanjutkan peningkatan. Hal ini terlihat dari Rerata Nilai Transaksi Harian (RNTH) saham pada Oktober 2025 yang membukukan rekor All-Time High, dengan nilai RNTH sebesar Rp25,06 triliun. Adapun secara ytd per akhir Oktober 2025, RNTH saham tercatat sebesar Rp16,62 triliun, meningkat dibandingkan angka RNTH tahun 2024 (Rp12,85 triliun). Peningkatan nilai RNTH tersebut turut dikontribusikan oleh investor individu domestik.

Sejalan dengan arah penguatan pasar pada Oktober 2025, investor asing membukukan net buy di pasar saham domestik senilai Rp12,96 triliun mtm, sehingga secara ytd akumulasi net sell investor asing menjadi Rp41,79 triliun. 

Pasar obligasi dalam negeri juga melanjutkan kinerja positif, dengan indeks komposit (ICBI) meningkat 2,02 persen mtm atau 11,55 persen ytd ke level 438,03. Tren penurunan yield Surat Berharga Negara (SBN) masih berlanjut, yaitu rata-rata turun 25,68 bps secara mtm atau 88,36 bps secara ytd. Investor nonresiden membukukan net sell di pasar SBN sebesar Rp27,56 triliun mtm pada Oktober 2025 (ytd: net buy Rp3,89 triliun). Sementara di pasar obligasi korporasi, investor nonresiden mencatatkan net sell Rp0,28 triliun secara mtm (ytd: net sell Rp1,50 triliun).

Pada industri pengelolaan investasi, per 30 Oktober 2025 nilai Asset Under Management (AUM) tercatat sebesar Rp969,03 triliun, meningkat 4,98 persen mtm atau 15,72 persen ytd. Adapun Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksa Dana pada periode yang sama mencapai Rp623,23 triliun, naik 7,95 persen mtm atau 24,83 persen ytd. Berlanjutnya penguatan NAB Reksa Dana ini turut ditopang oleh net subscription investor sebesar Rp45,10 triliun secara mtm (ytd: net subscription Rp90,60 triliun), khususnya pada Reksa Dana dengan underlying fixed income dan pasar uang.

Dari sisi jumlah investor, pada bulan Oktober 2025 tercatat penambahan sebanyak 520 ribu investor baru di pasar modal domestik. Dengan demikian, secara ytd di tahun 2025 ini, jumlah investor di pasar modal meningkat sebanyak 4,31 juta menjadi 19,18 juta, atau naik 29,01 persen.  

Penghimpunan dana di pasar modal terpantau tetap kuat. Per akhir Oktober 2025 (ytd), nilai Penawaran Umum oleh korporasi mencapai Rp204,56 triliun atau naik Rp16,59 triliun dibandingkan posisi bulan sebelumnya. Terdapat 17 emiten baru yang melakukan fundraising  dengan nilai Rp13,15 triliun. Adapun pada pipeline, terdapat 27 rencana  Penawaran Umum dengan nilai indikatif Rp20,21 triliun.

Untuk penggalangan dana pada Securities Crowdfunding (SCF), selama Oktober terdapat 46 Efek baru dengan nilai dana dihimpun sebesar Rp66,04 miliar.

Selanjutnya, terdapat 23 penerbit baru sehingga jumlah total penerbit Efek SCF telah mencapai 547 penerbit. Sejak pemberlakuan ketentuan SCF hingga 29 Oktober 2025, tercatat sebanyak  923 penerbitan Efek dengan dan dihimpun mencapai Rp1,72 triliun, serta jumlah pemodal sebanyak 188.315.

Pada pasar derivatif keuangan, sejak 10 Januari hingga 30 Oktober 2025, tercatat 115 pihak yang telah memperoleh persetujuan prinsip OJK dengan rincian sebagai berikut: 4 penyelenggara pasar berjangka, 23 pedagang penyelenggara Sistem Perdagangan Alternatif (SPA), 65 pialang berjangka, 15 bank penyimpanan marjin, 6 penasihat berjangka, 1 asosiasi, dan 1 lembaga sertifikasi profesi.

Sementara itu, dari transaksi derivatif keuangan dengan aset yang mendasari berupa Efek, selama Oktober 2025 volume transaksi mencapai 62.208 lot, sehingga secara ytd total volume transaksi tercatat sebanyak 874.432 lot. Dari sisi frekuensi, terdapat penambahan sebanyak 275.882 kali pada bulan laporan, sehingga secara ytd tercatat sebanyak 3.865.053 kali frekuensi transaksi.

Perkembangan di Bursa Karbon menunjukkan bahwa pada Oktober 2025, terdapat 5 pengguna jasa baru yang telah terdaftar, sehingga secara total tercatat sebanyak 137 pengguna jasa. Selanjutnya, penambahan volume transaksi pada bulan tersebut tercatat sebesar 601 tCO2e (Tonne of Carbon Dioxide Equivalent), sehingga total volume transaksi mencapai 1.606.657 tCO2e, dengan akumulasi nilai transaksi Rp78,50 miliar.  

Dalam rangka penegakan hukum di bidang Pasar Modal, Derivatif Keuangan, dan Bursa Karbon, pada Oktober 2025 OJK telah mengenakan Sanksi Administratif berupa Denda atas pelanggaran ketentuan perundang-undangan di bidang Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon sebesar Rp2.415.000.000 kepada 10 pihak, 5 Peringatan Tertulis, serta 2 Perintah Tertulis.

Sepanjang tahun 2025 (sampai dengan Oktober), OJK telah mengenakan Sanksi Administratif atas pemeriksaan kasus di Pasar Modal yang terdiri dari Sanksi Administratif berupa Denda sebesar Rp27.872.800.000 kepada 60 Pihak, Sanksi Administratif berupa Pencabutan Izin Perseorangan kepada 1 Pihak, Sanksi Administratif berupa Pencabutan Izin Usaha Perusahaan Efek sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek kepada 4 Perusahaan Efek, serta Peringatan Tertulis kepada 30 Pihak dan 5 Perintah Tertulis.

Selanjutnya, OJK telah mengenakan Sanksi Administratif berupa Denda atas keterlambatan senilai Rp34.357.600.000 kepada 447 Pelaku Usaha Jasa Keuangan di Pasar Modal serta 177 Peringatan Tertulis atas keterlambatan penyampaian laporan. OJK juga mengenakan Sanksi Administratif berupa Denda sebesar Rp300.000.000 serta 59 Sanksi Administratif berupa Peringatan Tertulis atas selain Keterlambatan Non-Kasus.

OJK juga terus memperkuat pengawasan transaksi Efek guna memastikan terjaganya integritas pasar modal domestik. Agenda tersebut diwujudkan dalam bentuk serangkaian upaya dan inisiatif yang berkaitan dengan pasar primer, pasar sekunder, penguatan infrastruktur, maupun pengenaan sanksi yang menimbulkan efek jera. Koordinasi dengan berbagai pihak terus diperkuat efektivitasnya ke depan, termasuk dengan Aparat Penegak Hukum (APH), Pemerintah, dan Self-Regulatory Organization (SRO).

Perkembangan Sektor Perbankan (PBKN)   

Kinerja intermediasi perbankan meningkat dengan profil risiko yang terjaga dan likuiditas di level yang memadai. Pada September 2025, kredit tumbuh 7,70 persen yoy (Agustus 2025: 7,56 persen) menjadi sebesar Rp8.162,8 triliun. 

Berdasarkan jenis penggunaan, Kredit Investasi mencatatkan pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 15,18 persen, diikuti oleh Kredit Konsumsi tumbuh 7,42 persen, sementara Kredit Modal Kerja tumbuh 3,37 persen yoy. Dari kategori debitur, kredit korporasi tumbuh sebesar 11,53 persen, sementara kredit UMKM tumbuh sebesar 0,23 persen. 

Jika ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran kredit ke beberapa sektor tercatat tumbuh tinggi secara tahunan mencapai double digit. Sektor pertambangan dan penggalian tercatat tumbuh 19,15 persen dan sektor pengangkutan dan pergudangan tumbuh 19,32 persen.  

Di sisi lain, Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat tumbuh sebesar 11,81 persen yoy (Agustus 2025: 8,51 persen yoy) menjadi Rp9.695,4 triliun. Penurunan BI Rate juga diikuti oleh penurunan suku bunga perbankan. Dibandingkan tahun sebelumnya, rerata suku bunga kredit rupiah tercatat turun 50 bps untuk Kredit Investasi (Sep-25: 8,25 persen; Sep-24: 8,75 persen) dan turun 41 bps untuk Kredit Modal Kerja (Sep-25: 8,46 persen; Sep-24: 8,87 persen). Dari sisi penghimpunan dana, suku bunga tertimbang DPK rupiah juga terpantau menurun dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 11 bps (Sep-25: 2,78 persen, Aug-25: 2,89 persen) yang didorong oleh penurunan suku bunga deposito rupiah (Sep-25: 4,96 persen, Aug-25: 5,24 persen). 

Likuiditas industri perbankan pada September 2025 memadai, dengan rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masing-masing sebesar 130,47 persen (Agustus 2025: 120,25 persen) dan 29,30 persen (Agustus 2025: 27,25 persen), masih di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen. Adapun Liquidity Coverage Ratio (LCR) berada di level 205,94 persen.

Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio NPL gross sebesar 2,24 persen (Agustus 2025: 2,28 persen) dan NPL net relatif stabil sebesar 0,87 persen (Agustus 2025: 0,87 persen). Loan at Risk (LaR) turun dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 9,52 persen (Agustus 2025: 9,73 persen). 

Ketahanan perbankan juga tetap kuat tercermin dari permodalan (CAR) yang berada di level tinggi sebesar 26,15 persen (Agustus 2025: 26,03 persen), menjadi bantalan mitigasi risiko yang kuat untuk mengantisipasi kondisi ketidakpastian global. 

Selanjutnya, porsi kredit Buy Now Pay Later (BNPL) perbankan tercatat sebesar 0,30 persen dari total kredit perbankan dan terus mencatatkan pertumbuhan yang tinggi secara tahunan. Per September 2025, baki debet kredit BNPL sebagaimana dilaporkan dalam SLIK, tumbuh 25,49 persen yoy (Agustus 2025: 32,35 persen yoy) menjadi Rp24,86 triliun (Agustus 2025: Rp24,33 triliun), dengan jumlah rekening mencapai 30,31 juta (Agustus 2025: 29,33 juta) dan NPL gross sebesar 2,61 persen (Agustus 2025: 2,69 persen).

Dalam rangka penegakan ketentuan dan pelindungan konsumen di bidang Perbankan, OJK mencabut izin usaha PT Bank Perekonomian Rakyat Artha Kramat yang beralamat di Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah pada 14 Oktober 2025.​

Terkait dengan pemberantasan perjudian daring yang berdampak luas pada perekonomian dan sektor keuangan, OJK telah meminta Bank untuk melakukan pemblokiran terhadap ±29.906 rekening (prev: 27.395 rekening) dari data yang disampaikan oleh Kementerian Komunikasi dan Digital, serta melakukan pengembangan atas laporan tersebut dengan meminta perbankan melakukan penutupan rekening yang memiliki kesesuaian dengan Nomor Identitas Kependudukan serta melakukan Enhance Due Diligence (EDD).​(ist)

Scroll to Top